=="BERDAULAT SECARA POLITIK, MANDIRI SECARA EKONOMI, BERMARTABAT SECARA BUDAYA==

Kamis, 28 April 2011

Budaya Harus Sinergi Dalam Kehidupan Masyarakat

Harian Umum Tabengan,  

Budaya akan tersisih modernisasi apabila tidak ada kesadaran yang timbul dari pemilik budaya tersebut. Selain profesionalisme dalam pembangunan, budaya harus sinergi dalam kehidupan masyarakat. Termasuk, pelestarian dan pemberdayaan kearifan lokal guna pencerahan dalam proses harmonisasi di berbagai bidang kehidupan.
 
Demikian pandangan tokoh masyarakat Kalteng Prof KMA Usop dalam dialog budaya di Aula Rahan Universitas Palangka Raya, Rabu (27/4). ”Pengajar, seperti guru dan dosen memiliki tanggung jawab dalam menggali kearifan lokal agar proses penyelesaian masalah dapat di selesaikan dengan cara lokal dan sesuai dengan perikehidupan masyarakat,” kata Usop.
 
Dia menilai proses pembangunan mulai mengikis kearifan lokal masyarakat, adat istiadat, dan tempat-tempat bersejarah yang memiliki nilai budaya tersendiri.  Investasi yang masuk dan merupakan bagian dari pembangunan, terutama bidang perkebunan kelapa sawit telah memarginalkan kehidupan masyarakat lokal atas ulah perusahaan yang mencaplok tanah adat.
Christopel, peserta dialog itu mencontohkan kasus tergerusnya kearifan lokal di Kalteng.  Tanah rakyat berupa hutan seluas 10 ribu hektar di suatu daerah dibabat perusahaan sawit. “Sistem pengelolaan perusahaan perkebunan sawit tidak jelas hasilnya kepada rakyat, ada berbagai macam pola dilakukan, melalui sistem bagi hasil perusahaan hingga plasma. Tapi tidak ada kejelasan menyangkut keadilan bagi pemilik tanah dan generasi mendatang,” katanya.
 
Damang Jekan Raya Sulman Djungan minta Dewan Adat Dayak (DAD) Kalteng mengeluarkan rekomendasi untuk mempertanyakan kepada  Menteri Kehutanan tentang contoh kasus sengketa tanah tersebut. Sulman menjelaskan, pengertian adat adalah tatanan hidup yang beretika, bermoral, beradab, dan memiliki sanksi hukum berupa singer (denda adat).
 
“Sementara belom bahadat adalah tata cara kehidupan di masyarakat yang disesuaikan dengan adat, khususnya bagi generasi muda agar sedini mungkin memahami tentang adat istiadat,” katanya.
 
Kumpiady Widen, antropolog dari Unpar menyatakan terjadinya krisis budaya di Kalteng perlu mendapat perhatian serius semua pihak.  Melalui dialog budaya tersebut diharapkan mampu mencari jalan keluar permasalahan dan melahirkan sebuah lembaga yang dibentuk untuk menggali dan memunculkan kebudayaan secara jelas. ”Budaya dan kebudayaan itu berbeda secara konseptual, kebudayaan dan budaya saat ini berjalan sendiri-sendiri,” katanya.str

sumber : koran tabengan tanggal  28-04-201 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar