=="BERDAULAT SECARA POLITIK, MANDIRI SECARA EKONOMI, BERMARTABAT SECARA BUDAYA==

Kamis, 20 Januari 2011

Jumlah PBS di Kotim Simpang Siur

20-01-2011 00:00
Harian Umum Tabengan,  
SAMPIT

Jumlah izin perkebunan besar swasta (PBS) sawit yang terbit di Kotim simpang siur, pasalnya fakta baru yang ditemukan Panitia Khusus (Pansus) Sawit jumlah izin tersebut berbeda dengan data yang dipegang pihak provinsi.

Ketua Pansus Sawit Kotim Kemikson Tarung mengaku kaget saat menghadap Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang, Selasa (18/1) lalu, sebab data yang mereka sampaikan ternyata tidak sama dengan data yang dipegang oleh provinsi.

”Data yang  dilaporkan provinsi hanya 52 izin lokasi. Sedangkan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang ada pada  kami ada 77 izin lokasi, dengan luasan mencapai 700 ribu hektar,” kata Kemikson Tarung, Rabu (19/1).

Politisi Demokrat ini mengatakan, gubernur  juga kaget dengan data yang mereka sampaikan tersebut. Alasannya  sejak 2006, pemerintah daerah se-Kalteng dilarang untuk mengeluarkan izin investasi yang mengacu pada Peraturan Daerah (Perda) No.8/2003 tentang RTRWP Kalteng.

Meskipun lokasi yang diberikan dalam wilayah KPP/KPPL berdasarkan Perda tersebut, semua izin yang dikeluarkan tetap  dianggap melanggar aturan oleh Kementrian Kehutanan.

Kemikson mengatakan, perbedaan data ini disebabkan ada beberapa izin baru yang begitu cepat dikeluarkan, sehingga saat itu Gubernur Teras langsung memerintahkan Kepala Dinas Perkebunan Provinsi untuk menyurati Bupati Kotim menanyakan persoalan tersebut.

Menurut Kemikson, Gubernur mengatakan, untuk Izin perkebunan yang memasuki kawasan hutan berdasarkan tata guna kesepakatan (TGHK) harus memperoleh izin pelepasan kawasan hutan (IPHK) dari Menteri Kehutanan terlebih dahulu agar bisa beroperasi.

“Jika IPHK tidak ada, jangankan untuk menanam, pembersihan lahan saja sudah dilarang”.Dalam pertemuan yang diikuti oleh sembilan anggota Pansus itu, menurut Kemikson gubernur juga meminta agar Pansus mampu menginventarisir izin-izin sawit yang bermasalah dan tidak sesuai ketentuan baik dengan cara legal audit maupun legal komplain.

Legal audit meneliti dari sisi perizinan, apakah sudah sesuai prosedur dan tata urutan yang berlaku, sedangkan legal komplain, melihat dari sisi kawasannya, apakah dibuka melebihi dari Hak Guna Usaha (HGU) atau izin yang dikeluarkan atau tidak.

 Tim Pansus DPRD Kotim ini juga mendapatkan masukan agar turut meneliti dampak lingkungan hidup (Amdal) dan sampai sejauh mana perusahaan menaatinya. Kemudian program plasma yang dilaksanakan, sudah sejauh mana melibatkan masyarakat sekitarnya.

”Ternyata kasus sengketa lahan perkebunan di Kotim merupakan yang tertinggi di Kalteng, sebanyak 82 kasus dari 177 kasus yang terdata seluruhnya. Permasalahannya mulai dari tumpang tindih lahan perusahaan dengan masyarakat serta tumpang tindih lahan antarsesama perusahaan,” ujar Kemikson.

Sementara itu mengenai rekomendasi hasil kerja Pansus, dikatakan Kemikson, Gubenur juga meminta agar tim yang dipimpinnya itu berani menyampaikan apa adanya sesuai dengan kenyataan. Bahkan jika memungkinkan harus berani merekomendasikan untuk pencabutan izin, terlebih bagi perusahaan yang melanggar aturan dan bermasalah dengan masyarakat sekitar.

”Sebelum mengeluarkan rekomendasi ini kami terlebih dahulu akan mendata perkebunan yang tidak bermasalah atau clean and clear, serta melakukan penyempurnaan data perizinan hingga perekomendasian pencabutan izin bagi yang banyak merugikan dan melanggar aturan,” pungkasnya.

Sekali lagi Kemikson mengingatkan Pansus yang dipimpinnya itu bekerja bukan untuk mencari-cari kesalahan terhadap hadirnya investasi perkebunan di Kotim. Melainkan pihaknya ingin meluruskan apakah kehadiran para investor perkebunan ini prosesnya sudah sesuai aturan serta apakah sudah menjalankan kewajibannya yang harus dipenuhi terutama kepada masyarakat. c-dis


sumber : Korang tabengan tanggal  20- Januari -2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar