=="BERDAULAT SECARA POLITIK, MANDIRI SECARA EKONOMI, BERMARTABAT SECARA BUDAYA==

Rabu, 19 Januari 2011

Implementasi REDD, Masyarakat Harus Dilibatkan

2010-12-18
Harian Umum Tabengan,  Jika implementasi program Reducing Emissions from Deforestation and Degradation (REDD) yang digagas Pemerintah RI bisa tercapai, maka masyarakat sekitar harus dilibatkan secara maksimal. Pelibatan masyarakat harus dari perencanaan, monitoring, dan evaluasi.

Demikian benang merah yang bisa ditarik dari hasil Dialog dan Lokakarya Kebijakan Program Perubahan Iklim, REDD dan Hak Masyarakat Adat, yang diselenggaran Pemprov Kalteng bekerja sama dengan Aliansi Masyarakat Adat Nasional (AMAN) Kalteng, LSM HUMA, dan LSM Petak Danum di Aula Eka Hapakat, Kantor Gubernur Kalteng, Kamis-Jumat (16-17/12).

Alue Dohong, dari dari Dewan Daerah perubahan Iklim (DDPI) Kalteng mengatakan, peran Masyarakat Adat (MA) dalam konteks REDD agak sulit bila dalam bentuk tertulis, namun adanya pengakuan tanpa adanya normatif, akan berdampak positif. ”Salah satu solusinya adalah MA dilibatkan secara maksimal,” tegasnya.

Sementara Ketua Centre for International Co-operation in Sustainable Management of Tropical Peatlands (CIMTROP) Universitas Palangka Raya Suwido H Limin berpandangan, melihat dari tujuan program REDD secara teoritik sangat baik dan mulia, karena mempertimbangkan kepentingan dan kelangsungan hidup manusia dan stabilitas daya dukung alam.

Namun dia meragukan implementasi di lapangan bisa berjalan dengan baik. Berdasarkan pengalaman selama ini berkaitan dengan masyarakat dan lingkungan alam, teori kerap tidak dapat diimplementasikan sehingga tujuan pun tidak tercapai. ”Ini disebabkan adanya perbedan konsep tentang kepentingan, keinginan, dan kebutuhan antardunia internasional, nasional, dan regional,” katanya.

Secara nasional, ada Permenhut No.30/2009 yang tidak menjamin masyarakat adat dan lembaga-lembaga adat di daerah tanah Dayak dapat terlibat dan berperan aktif dalam pengelolaan sumberdaya alam berbasis jasa lingkungan tersebut. Walaupun pelaku REDD tersebut boleh masyarakat pengelola hutan hak adat, tetapi status hutan adat harus memiliki salinan SK menteri dan hutan adat yang dapat diajukan untuk program REDD harus mendapat persetujuan Menhut.

Plt Sekretaris Daerah Kalteng Siun Jarias memiliki pandangan sama. Dia menekankan agar kelembagaan adat harus diperkuat, di samping memperkuat kualitas sumberdaya manusia. Siun yang juga Sekretaris Majelis Adat Dayak Nasional (MADN) ini mengungkapkan rasa keprihatinannya terkait persoalan tanah-tanah adat, yang menurutnya apakah menjadi milik perorangan atau status kepemilikan bersama. ”Ini terkait dengan pemanfaatan oleh warga kita,” katanya.

Mumu dari HUMA menyampaikan pandangan berbeda. Menurutnya dalam program REDD, masyarakat adat sangat rentan sebagai objek, ini karena belum adanya mekanisme pemberian dana itu langsung kepada masyarakat adat. ”Saat ini Kementerian Keuangan akan membuat rancangan mengenai hal ini, REDD akan masuk dalam keuangan atau administrasi negara, bagaimana masyarakat lokal bisa mengakses ini,” katanya dengan nada tanya.

Dia juga mengkritik program REDD yang menurutnya justru ada kebijakan lain yang bersifat deforestrasi. Dia mencontohkan kebijakan pemberian izin untuk perkebunan besar swasta sawit. Apa yang disampaikannya berdasarkan pada penelitian yang dilakukan di beberapa daerah, seperti Kalbar maupun di Desa Kalumpang dan Petak Puti di Kalteng. ”Ternyata ada deforestasi yang direncanakan. Misalnya ekspansi sawit, masyarakat adat menjadi rentan karena berbicara soal finansial maupun perbedaan memandang fungsi hutan,” kata Mumu.str


Sumber : Koran Tabengan tanggal 18 Desember 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar