Seminggu yang lewat, ribuan warga Seruyan melakukan demo besar-besaran di Kuala Pembuang ibukota Kabupaten Seruyan. Pendemo yang berasal dari sejumlah kecamatan mengadukan beberapa permasalahan antara warga dan perusahan besar swasta (PBS), salah satu tuntutannya meminta rekomendasi 20 persen kebun untuk warga. Namun tuntutan mereka ditolak Bupati Seruyan Darwan Ali, hanya karena dinilai tidak berani mengeluarkan rekomendasi, alasannya Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No.26/2007 Tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan berlaku surut, artinya peraturan tersebut belum jelas untuk diterapkan.
Padahal dalam pasal 11 Permentan No.26 Tahun 2007 dijelaskan, kewajiban perusahaan yang memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP) dan Izin Usaha Perkebunan untuk Budidaya (IUP-B) untuk membangun kebun untuk masyarakat sekitar, paling rendah 20 persen dari total luas areal kebun yang diusahakan oleh perusahaan.
Permentan tersebut dijelaskan lebih lanjut melalui Dirjen Perkebunan melalui surat No.396/OT.140/EI.1/07/2007, 25 Juli 2007, pembangunan kebun untuk masyarakat yang di antaranya menyatakan, pola pembangunan kebun adalah pola yang disetujui bersama antara masyarakat dan perusahaan.
Sementara dalam Peraturan Gubernur No.17 Tahun 2011 tentang Pedoman Perizinan Pengelolaan Usaha Perkebunan, telah mengatur persyaratan memperoleh IUP yang salah satunya adalah kesediaan perusahaan perkebunan untuk membangun kebun bagi masyarakat sesuai Pasal 11 Permentan No.26/2007 yang dilengkapi dengan rencana kerjanya.
Jadi, apa yang terungkap saat demo berlangsung bahwa Permentan berlaku surut atau belum jelas untuk diterapkan, dinilai banyak pihak alasan yang dicari-cari. Rakyat menuntut, karena di Bupati tanggung jawab izin perkebunan selama ini.
Contoh kasus di Seruyan ini adalah salah satu contoh konflik antara PBS dengan rakyat sekitar perusahaan atau sebaliknya di Tanah Air. Berdasarkan data dari Planologi Kehutanan dalam "Identifikasi desa di dalam dan sekitar kawasan hutan tahun 2009" disebutkan, dari 38.565 desa yang diidentifikasi terdapat 9.103 desa berada di dalam dan sekitar kawasan hutan.
Ada sekitar 17,6 juta hektar kawasan hutan berkonflik yaitu tumpang tindih klaim, desa/kampung (19.420 desa di 32 provinsi), serta izin sektor lain. Penerbitan izin-izin oleh Pemerintah Daerah, serta kebutuhan sektor lainnya (seperti Pertambangan) di dalam kawasan hutan juga mewarnai pengelolaan hutan di Indonesia.
Konflik dalam pengelolaan hutan terus mencuat bahkan seringkali diwarnai dengan tindakan anarki baik oleh pihak masyarakat, perusahaan, maupun pihak pemerintah. Dalam beberapa kasus bahkan sempat merenggut korban jiwa.
Sebenarnya, telah banyak upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan dan meminimalisir terjadinya konflik dalam pengelolaan hutan, tapi nampaknya konflik tetap saja terjadi, sementara lebih ironis lagi kondisi hutan semakin hari semkain memprihatinkan.
Tentu tidak salah kiranya untuk belajar dari HPH yang tetap berjalan dengan baik hingga kini, agar perusahaan bisa menjaga hubungan baik dengan rakyat dimana perusahaan tersebut beroperasi.
Tapi kunci utamanya, tetap ada di tangan pemimpin daerah untuk menjembatani semua kepentingan di daerahnya masing-masing secara adil, bijaksana, demokrasi, dan tegas.
Sumber : Harian Umum Tabengan. 07 Agustus 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar