=="BERDAULAT SECARA POLITIK, MANDIRI SECARA EKONOMI, BERMARTABAT SECARA BUDAYA==

Selasa, 02 Agustus 2011

Dialog Publik Singkronisasi Hukum Adat dan Hukum Nasional Di Kalimantan Tengah


AMAN Kalteng pada tanggal 30 Juli 2011 mengadakan kegiatan Dialog Publik dengan Tema “Sinkronosasi Hukum Adat Dan Hukum Nasional di Kalimantan Tengah  bekerjasama dengan Lembaga Pengembangan Sosial (LPS) palangkarya. Pelaksanaan kegiatan dilakukan di Aula Soverdi palangaraya  dengan  Peserat dialog publik yaitu kejaksaan tinggi kalteng, pengadilan tinggi kalteng, unsur-unsur pemerinta propinsi kalimantan tengah, lembaga NGO yang ada dikalteng serta beberapa Badang Eksekutif Mahasiswa (BEM) dari perguruan tinggi yang ada dikalteng.

Dialog public ini betujuan untuk mendapat masukan dan input dari para pihak mengenai pemberlakukan hukum adat di Kalteng yang memiliki tujuan positif sebagai kearifan lokal dalam menyelesaikan suatu permasalahan dan mensosialisasikan hak-hak masyarakat adat yang tercantum dalam UNDRIP.

Dalam sambuan ketua BPHW (badan pelaksana harian wilayah) Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalimantan Tengah  yang mewakili Stevievebrialisna. Dimana Dialog pada hari ini ”Sinkronisasi Hukum Adat Dan  Hukum Nasional Di Kalimantan Tengahyang akan kita buka  serta  laksanakan pada hari ini merupakan salah satu pelaksanaan dari program kerja AMAN Kalteng  dan wujud kerja sama dengan berbagai pihak khususnya dengan Pihak Pemerintah Pusat dan Propinsi serta Kabupaten.  Mengingat srategisnya  kegiatan dialog dengan tema : Sinkronisasi Hukum Adat Dan Hukum Nasional  Dikalimantan Tengah ini sebagai bagian dari perjuangan kita membangun komunikasi dengan berbagai pihak untuk memastikan pengakuan dan  perlindungan hak-hak masyarakat khususnya Masyarakat Adat,  dan jangan lupa persoalan kita adalah di akar rumput yang masih belum mendapankan hak-hak dasar serta kesimpang siuran informasi dan kewenangan dalam mengambil kebijakan di kampung atau desa sehingga menjadi dipandang perlu Sinkronisasi Antara Hukum Adat Dan Hukum Nasional Di Kalimantan Tengah membawa masyarakat adat mandiri menuju berdaulat dan bermartabat. 

Hal-Hal Pokok dalam Diolog
 
Hukum Nasional (positif) dengan hukum adat dinilai belum sinkron. Hal ini dapat terlihat bahwa pada beberapa persoalan hukum yang sudah diselesaikan secara hukum adat, namun tetap diproses secara hukum positif. 

Budayawan Kalteng Kusni Sulang, yang juga tokoh masyarakat adat Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalteng, Dosen Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya  M Rakhmadiansyah Bagan, dan Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Kalteng Sabran Ahmad ketika menjadi narasumber Dialog Publik Sinronisasi Antara Hukum Adat dan Hukum Nasional di Kalteng yang diselenggarakan AMAN Kalteng,  mengatakan, lemahnya kelembagaan maupun hukum adat Dayak di Kalteng sehingga tidak bisa disinkronkan dengan hukum nasional. 

Kusni menyebut, pada kasus-kasus tertentu seperti pembunuhan, meski persoalan tersebut sudah diselesaikan secara hukum adat,  namun dari aparat keamanan juga tetap memproses kejadian tersebut. Ini menjadi salah satu bukti bahwa hukum adat dan hukum nasional masih belum bisa sinkron, padahal jauh sebelum negara ini ada kearifan lokal hukum adat tersebut sudah ada. Diharapkan, hukum yang lahir sesudahnya dapat menghormati hukum yang sudah lahir sebelumnya.
 
Kusni menegaskan, Kalteng sudah punya Perda No.16/ 2008 tentang Kelembagaan Adat Dayak di Kalteng namun dinilai masih belum mampu menyelesaikan sengketa-sengketa adat yang terjadi di tengah masyarakat. Ini terjadi karena selain pengakuan hak masih lemah, juga karena kelembagaan adat yang ada dinilai masih belum memadai. 

Tidak hanya itu, Perda Kelembagaan Adat Dayak di Kalteng juga dirasa perlu dilakukan berbagai pembenahan lagi, mengingat dinilai masih terdapat celah atau kekurangan. Karena dinilai dengan perda tersebut masyarakat adat Kalteng tidak bisa hidup seperti dulu dan terkesan terkungkung serta hak-haknya secara tidak langsung dipinggirkan. Terkesan, perda tersebut berpihak pada pemilik modal.
Sementara Rakhmadiansyah Bagan mengatakan, agar hukum adat di Kalteng bisa diakui keberadaannya secara Nasional maka kelembagaan adat dan SDM orang-orangnya harus lebih diperkuat lagi. 

Rakhmadiansyah Bagan, kelembagaan adat yang ada saat ini dinilai masih lemah. Ini dapat terlihat bahwa masyarakat adat yang ditangkap oleh aparat, namun tidak pernah dilakukan tindakan hukum adat sebagai upaya perlindungan hukum. “Maka kita kembalikan ke pranata sosialnya, lembaga adatnya, dan SDM yang mengelola itu, sehingga mereka bisa bicara atas nama rakyat.

pemerintah sudah mengakomodir mengenai adat. Misalnya dalam UU No.10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Seandainya hal itu tidak dimasukkan, maka hak masyarakat untuk melakukan judicial review. Tapi sayangnya, hak-hak itu tidak pernah digunakan. Meski demikian, ia menilai bahwa yang disebut dengan sinkronisasi tersebut bukan berarti hukum adat harus setara dengan hukum nasional. Tapi lebih bagaimana pengakuan terhadap hukum lokal dan hak-hak masyarakat lokal tersebut. 

Sedangkan Sabran Ahmad mengakui, kelembagaan adat yang ada saat ini dinilai masih lemah. Meski demikian, saat ini pihaknya terus melakukan pembenahan baik secara kelembagaan maupun SDM para Damang dan Mantir Adat yang ada serta melakukan sosialisasi ulang Perda Kelembagaan Adat Dayak di Kalteng.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar