=="BERDAULAT SECARA POLITIK, MANDIRI SECARA EKONOMI, BERMARTABAT SECARA BUDAYA==

Senin, 20 Juni 2011

Masyarakat Adat Terpinggirkan

Harian Umum Tabengan,  

 
Pengakuan Pemprov Kalteng atas hak-hak masyarakat adat (MA) dituangkan dalam Perda No.16 Tahun 2008 tentang Kelembagaan Adat dan Pergub No.13 Tahun 2009 tentang Tanah Adat dan Hak-Hak Adat. Namun, inisiatif ini tidak akan bergema jika kelompok-kelompok MA itu gagal melakuan upaya-upaya nyata dalam rangka mempertahankan hak-hak mereka.
Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang dalam sambutan tertulis dibacakan Staf Ahli Gubernur Ketut Widhi Wiryawan saat membuka Semiloka Masyarakat Adat dan Perubahan Iklim yang dilaksanakan Pengurus Wilayah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalteng, pekan kemarin, di Palangka Raya, mengajak kelompok MA untuk terus berjuang dan bekerja sama dengan pemerintah dalam rangka mempertahankan hak-haknya.
Menurut Teras, MA di seluruh wilayah Nusantara telah menjadi salah satu kelompok masyarakat yang terpinggirkan. Peminggiran masyarakat adat ini salah satunya merupakan akibat diskriminasi dan pelanggaran yang dilakukan negara, mulai dari aspek administratif, kepercayaan, hingga pada aspek-aspek ekonomi dan politik MA.
Diskriminasi itu berawal dari pandangan Negara yang menganggap kelompok-kelompok masyarakat adat sebagai kelompok masyarakat yang terbelakang dan bodoh.
Pelanggaran itu berasal dari cara pandang Negara yang menganggap kelompok-kelompok masyarakat adat sebagai penghalang agenda-agenda pembangunan sehingga mereka tidak boleh ikut campur apalagi menentukan proses pembangunan.
Padahal, pembangunan yang dilakukan itu mencakup wilayah-wilayah komunitas masyarakat adat dimana didalamnya kelompok-kelompok masyarakat adat hidup dan berdaulat.
Bahkan, saat ini di wilayah-wilayah yang diklaim sebagai wilayah MA telah dikuasai perusahaan-perusahaan kayu, perkebunan sawit, pertambangan, dan taman nasional.  Ketika wilayah-wilayah itu ditetapkan sebagai lokasi pembanguan, nyaris tidak melalui proses musyawarah adat, bahkan sebagian besar di antarannya tanpa pemberitahuan lebih dulu, tanpa persetujuan dari MA sebagai pemegang kedaulatan di atas wilayah adatnya.
Berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) No.10 Tahun 2011 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut, kata Teras, seharusnya merupakan jalan keluar dari permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat adat. ”Dengan kata lain, ada pengakuan, penghormatan, dan perlindungan hak-hak masyarakat adat,” katanya.str
Sumber : Media Harian Tabengan,   20-06-2011 
http://media.hariantabengan.com/index/detailpalangkarayaberitaphoto/id/13232Masyarakat%20Adat%20Terpinggirkan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar