=="BERDAULAT SECARA POLITIK, MANDIRI SECARA EKONOMI, BERMARTABAT SECARA BUDAYA==

Selasa, 05 April 2011

AMAN – KFCP bahas peluang kerjasama terkait pelibatan masyarakat adat dalam proyek REDD di Kalimanta

 Indonesia - Tahun 2008, Pemerintah Indonesia dan Australia telah menandatangani kerjasama Indonesia-Australia Forest Climate Partnership (IAFCP). Salah satunya, disetujui adanya pilot projek REDD di kawasan Ex-PLG Kalimantan Tengah dengan nama Kalimantan Forest Climate Partnership (KFCP). Setelah itu juga, pada 23 Desember 2010 Presiden Republik Indonesia menetapkan Kalimantan Tengah sebagai Pilot Province (Provinsi Percontohan). 

Namun, selama ini masyarakat adat tidak dilibatkan dalam proses-proses REDD. Bahkan mereka belum paham tentang REDD dan kejelasan dari proyek-proyek yang dijalankan. Termasuk KFCP. 

Berdasarkan kondisi diatas, AMAN Kalimantan Tengah (AMAN Kalteng), Balai Lingkungan Hidup Kalimantan Tengah (BLH Kalteng) dan KFCP mengadakan pertemuan untuk membahas program REDD di Kalimantan Tengah dan hak-hak masyarakat adat. Pertemuan ini diadakan pada 14 Maret 2011 di Kantor AMAN Kalimantan tengah. Dihadiri oleh Badan Pengurus Harian AMAN Kalimantan Tengah (Ketua, Dewan Wilayah dan Nasional AMAN), BLH dan KFCP.

Perlu adanya sosialisasi untuk kejelasan program REDD di Kalimantan. Informasi sejelas-jelasnya tentang REDD di masyarakat adat menjadi inti dari pembahasan selama 4 jam tersebut. Dari jam 16.00 – 20.00 Waktu Indonesia Tengah (WIT). Fokus utama adalah menyiapkan masyarakat adat dalam menghadapi perubahan iklim dan REDD. 

Ketua PW AMAN Kalteng, Simpun Sampurna mengatakan bahwa masyarakat adat perlu mengetahui tentang REDD dan aktifitas proyek-proyek yang dijalankan di Kalimantan Tengah. AMAN Kalimantan Tengah, bertugas untuk memastikan bahwa masyarakat adat mendapatkan informasi yang benar, baik dan jelas terkait dengan KFCP dan aktifitas proyek-proyek REDD lainnya yang sedang berjalan. 

Info yang diterima oleh masyarakat adat tentang REDD adalah sebuah order atau bisnis lingkungan yang mendatangkan uang” kata Simpun Sampurna. Oleh karena itu, dalam sosialisasi harus dijelaskan dampak (konsekuensi) yang akan terjadi ketika masyarakat masyarakat adat menerima ataupun menolak proyek REDD ini. Bisa jadi masyarakat adat akan menerima dampak buruk, seperti kehilangan hak atas wilayah adat dan akses sumberdaya alamnya. 

Menurut Ewaldianson, Dewan AMAN, sebenarnya masyarakat adat sudah melakukan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Cara berladang, merubah lokasi berburu, menanam pohon-pohon tertentu dan menjaga lokasi penangkapan ikan. Masyarakat menjaga hutan adat dengan kearifan lokal yang diwarisi dari leluhur mereka. 

Esau A. Tambang, BLH Kalteng mengatakan bahwa proyek REDD pasti berhubungan dengan masyarakat adat. Karena dilakukan di hutan adat. KFCP harus memahami masyarakat adat. Kondisi masyarakat adat dan kearifan lokalnya dalam mengelola hutan. 

Selain itu, AMAN dan masyarakat adat harus tahu konsep dan aktifitas KFCP di lapangan. Sejauh mana dan sampai kapan aktifitas tersebut dilakukan. Hal ini menjadi dasar dan akan memperjelas program kerjasama (jika disepakati) yang akan dilakukan mendatang. Sehingga jika proyek REDD telah selesai, tidak menganggu sistem yang ada di masyarakat adat. Terutama kearifan lokal dalam mengelola hutan adat. 

Idham, KFCP mengatakan bahwa tujuan pertemuan ini adalah untuk menyamakan persepsi antara KFCP dan AMAN terkait Demonstrasi Activity REDD di Kalimantan Tengah. Selain sosialisasi REDD, KFCP menawarkan program kerjasama jangka panjang. Diantaranya;
  1. Sosialisasi REDD / KFCP kepada perwakilan masyarakat adat (Mantir dan Damang) melalui Musyawarah Daerah AMAN di Kapuas. Hal ini sesuai dengan rekomendasi dari Workshop tentang REDD dan masyarakat adat yang dilaksanakan pada 16 – 17 Desember 2010 di Palangkaranya. Masyarakat adat secara tegas meminta sosialisasi secara intensif tentang REDD dan kegiatan KFCP.  
  2. AMAN Kalteng, BPLH Kalteng bekerjasama dengan KFCP mengembangkan konsep penguatan kapasitas lembaga / masyarakat adat melalui pelatihan, studi banding dan lainnya. Kegiatan ini dapat menjadi cikal bakal terbentuknya training centre atau traning unit REDD bagi masyarakat adat yang akan di sambungkan (Link) dengan kegiatan-kegiatan training yang akan dikembangkan bersama universitas Palangka Raya untuk penguatan kapasitas pemerintah daerah, LSM dan para pihak lainnya.
  3. Memperkuat kebijakan daerah terkait masyarakat adat di Kalimantan Tengah (sesuai dengan permintaan Gubernur Kalimantan Tengah) terutama terkait dengan kelembagaan, wilayah dan mereview aturan adat yang ada. Juga termasuk kemungkinan ada kebutuhan dukungan terhadap perumusan Peraturan Daerah Adat di Kapuas.
  4. Memetakan wilayah adat di areal kerja KFCP.
Menanggapi tawaran tersebut, Ketua PW AMAN Kalteng mengatakan bahwa AMAN Kalteng belum bisa memberikan keputusan. Menerima atau menolak tawaran dari KFCP. “Semua keputusan tergantung dari masyarakat adat dalam Musyarawah Daerah AMAN April nanti. Jika Musda memandatkan menerima kerjasama dari KFCP maka AMAN Kalteng akan menerima. Begitu juga sebaliknya” Kata Simpun Sampurna ketika dihubungi lewat telepon. 

Beliau menjelaskan bahwa yang paling penting saat ini adalah masyarakat adat tahu tentang REDD sejelas-jelasnya. KFCP harus menjelaskan aktifitasnya selama ini dan yang akan dilakukan dimasa mendatang. Bagaimana keterlibatan masyarakat adat dan pengakuan hak-hak masyarakat adat dalam proses REDD.
Oleh karena itu AMAN Kalimantan Tengah berharap KFCP dapat membantu pelaksanaan Musyawarah Daerah di Kapuas untuk sosialisasi dan pengambilan keputusan dari masyarakat adat. Ke-4 program yang ditawarkan KFCP akan dibahas dalam musyawarah adat. 

Musda tersebut akan dilaksanakan awal April 2011, mendatangkan perwakilan masyarakat adat di 17 kecamatan di Kabupaten Kapuas. Prioritas utama di 14 Desa di Kecamatan Timpah dan Mentangai yang secara langsung terkena dampak REDD (atau aktifitas KFCP). Sosialisasi REDD dan mengangkat isu tentang Kesiapan Masyarakat Adat dalam menghadapi perubahan iklim.(ARS)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar