=="BERDAULAT SECARA POLITIK, MANDIRI SECARA EKONOMI, BERMARTABAT SECARA BUDAYA==

Selasa, 07 Desember 2010

Aliansi Masarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalimantan Tengah Dalam Rangka Hari Masyarakat Adat Sedunia

Masyarakat adat di Kalimantan Tengah sampai pada saat ini masih menghadapi berbagai persoalan yang kebanyakan adalah persoalan-persoalan klise bagi masyarakat adat, yakni adanya ketidakadilan sosial karena adanya agresi pembangunan terhadap tanah, wilayah dan sumber-sumber penghasilan masyarakat adat. Di beberapa wilayah, masih ada penyerebotan-penyerobotan lahan yang dilakukan oleh industri ekstraktif terhadap wilayah kelola masyarakat adat, seperti perkebunan kelapa sawit yang semakin masif, pertambangan dan HPH, dimana industri-industri ini selain memberikan dampak negative terhadap sosial ekonomi masyarakat adat, dampak ekologi juga memberikan kontribusi terhadap perubahan iklim dengan peningkatan emisi karbon dalam implementasinya.

Kondisi yang tidak memihak pada masyarakat adat ini, mendorong AMAN Kalteng memberikan respon untuk menyikapi berbagai persoalan yang ada, dimana dalam rangka hari masyarakat adat sedunia pada tanggal 9 Agustus 2010 ini kami menyuarakan:

1. Kami secara Nasional mengingatkan dan mendorong Pemerintah Republik Indonesia untuk segera mengadopsi deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-hak Masyarakat Adat yang dikenal dengan UNDRIP (United Nation Declaration on The Rights of Indigenous Peoples) dalam kebijakan nasional dan memproses Rancangan Undang-undang Masyarakat adat yang sekarang ini telah masuk di Program Legislasi Nasional (Peolegnas) serta AMAN Kalteng menuntut adanya revisi terhadap UU No.41/99 tentang kehutanan untuk kiranya ada pemisahan antara hutan Negara dan hutan Adat;

2. Dengan adanya Peraturan Daerah No. 16 tahun 2008 dan Peraturan Gubernur No. 13 tahun 2009 Provinsi Kalimantan Tengah seharusnya secara implementasi memberikan dampak positif bagi masyarakat adat, dimana Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota diharapkan tidak menerbitkan ijin-ijin konsesi untuk kepentingan investasi di wilayah adat masyarakat, tanpa melalui persetujuan dari masyarakat adat secara keseluruhan;

3. Menyikapi issu perubahan iklim dan skema Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD) yang sekarang sedang melanda Kalteng, sikap AMAN baik di nasional maupun di wilayah Kalteng sangat jelas, “No Right No REDD”, maka kami menyerukan untuk kiranya ada persetujuan dari masyarakat adat dimana proyek tersebut dilaksanakan dan pelibatan secara penuh masyarakat adat baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan;

4. Mendesak pemerintah Kabupaten Barito Timur untuk segera mengambil tindakan-tindakan yang nyata untuk penyelesaian masalah antara komunitas Desa Sarapat, Kecamatan Dusun Timur atas konfliknya dengan PT. Sawit Graha Manunggal (SGM) dan meninjau kembali ijin yang diberikan terkait konsesi perkebunan sawit tersebut, karena disinyalir telah menjarah wilayah kelola masyarakat adat desa Sarapat dan menghilangkan berbagai situs penting serta keanekaragaman hayati didalam hutan adatnya;

5. AMAN kalteng mengumumkan bahwa telah terbentuk kesatuan baru masyarakat adat se Borneo yang bergabung dalam BIPA yakni “Borneo Indigenous Peoples Alliance” dimana dari kesatuan ini kami bekerja bersama-sama untuk menyusun program kerjasama menghadapi persoalan-persoalan masyarakat adat dalam membangun kedaulatan dan kehidupan masyarakat adat yang lebih baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar